“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain” -- “Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri”
Minggu, 13 Februari 2011
KEBIJAKAN DAN STRATEGIS PEMBANGUNAN PERUMAHAN
KEBIJAKAN DAN STRATEGIS PEMBANGUN PERUMAHAN
Kebijakan jangka menengah pembangunan perumahan rakyat yang akan dilakukan mencakup :
1. Mengembangkan peraturan perundangan-undangan dibidang perumahan.
2. Meningkatkan pemberdayaan komunitas perumahan pada semua tingkatan.
3. Meningkatkan penataan dan kawasan perumahan dan permukiman.
4. Mengembangkan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan.
5. Meningkatkan penyediaan rumah, prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman formal.
6. Meningkatkan penyediaan dan kualitas rumah, prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman swadaya.
7. Meningkatkan koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian, serta teknologi di bidang perumahan dan permukiman. 8. Meningkatkan kapasitas pelaku penyelenggara pembangunan perumahan dan permukiman.
Sementara itu, strategi pembangunan perumahan rakyat dijabarkan berdasarkan kepada kebijakan pembangunan perumahan. Penjabaran kedelapan butir kebijakan beserta masing-masing strategi jangka menengah pembangunan perumahan rakyat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan peraturan perundangan-undangan dibidang perumahan Strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut meliputi :
a. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik.
b. Penyusunan,pengembangan dan sosialisasi Norma, Standar, Panduan, Manual (NSPM) bidang perumahan.
c. Percepatan penyusunan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan di bidang perumahan.
d. Penciptaan kepastian dan perlindungan hukum dalam bermukim.
e. Pembentukan Badan Layanan Umum perumahan.
2. Meningkatkan pemberdayaan komunitas perumahan pada semua tingkatan Strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut meliputi :
a. Penguatan lembaga Pemerintah dan non Pemerintah dalam pembangunan perumahan.
b. Pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin dalam mendorong pemenuhan kebutuhan rumahnya.
3. Meningkatkan penataan dan kawasan perumahan dan permukiman Strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut meliputi :
a. Pengembangan kawasan perumahan skala besar.
b. Peningkatan penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman.
c. Pengintegrasian pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dengan prasarana dan sarana perkotaan dan atau perdesaan.
d. Peningkatan pola keserasian antar kawasan perumahan dan permukiman serta penerapan pola hunian berimbang.
e. Peningkatan pengembangan perumahan dan Permukiman sesuai dengan rencana tata ruang.
4. Mengembangkan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan Strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut meliputi :
a. Pengembangan pola subsidi baru yang lebih tepat sasaran.
b. Pengembangan pembiayaan mikro pembangunan rumah baru dan perbaikan rumah.
c. Pemantapan pasar primer dan sekunder perumahan.
d. Percepatan operasionalisasi dan pengembangan SMF dan SMM.
e. Pengembangan insentif fiskal bagi swasta yang menyediakan hunian bagi MBR.
f. Pengintegrasian pembiayaan perumahan dengan sumber-sumber pembiayaan jangka panjang.
g. Pengintegrasian pembiayaan perumahan dan permukiman dengan sumber-sumber pembiayaan jangka panjang.
5. Meningkatkan penyediaan rumah, prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman formal Strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut meliputi :
a. Peningkatan penyediaan hunian (sewa/milik) bagi MBR.
b. Penyediaan sarana dan prasarana dasar bagi kawasan rumah sederhana sehat.
c. Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat dampak bencana alam dan kerusuhan sosial.
6. Meningkatkan penyediaan dan kualitas rumah, prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman swadaya Strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut meliputi :
a. Peningkatan fasilitasi dan pemberdayaan MBR dalam penyediaan perumahan dan permukiman.
b. Pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat.
c. Peningkatan kualitas perumahan serta prasarana dan sarana dasar lingkungan perumahan dan permukiman.
7. Meningkatkan koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian, serta teknologi di bidang perumahan dan permukiman Strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut meliputi :
a. Peningkatan koordinasi dan kerjasama pelaksanaan kebijakan serta penyelenggaraan agenda global dibidang perumahan dan permukiman.
b. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan perumahan dan permukiman.
c. Pengembangan inovasi, teknologi, dan industri perumahan serta penerapannya.
8. Meningkatkan kapasitas pelaku penyelenggara pembangunan perumahan dan permukiman Strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut meliputi :
a. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
b. Peningkatan kapasitas SDM dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman.
c. Peningkatan kapasitas Stakeholders dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman.
Sumber : http://www.kemenpera.go.id/?op=renstra_kebijakan&act=start&judul=Kebijakan%20Strategis%20Pembangun%20Perumahan
TIPE PERUMAHAN
Hunian sektor properti di Indonesia mengalami perkembangan yang baik dalam beberapa waktu terakhir. Perkembangan tersebut tidak dapat dipisahkan dari beberapa faktor, seperti suku bunga, kondisi infrastruktur, dan gaya hidup. Diperlukan dukungan dari semua pihak untuk mempertahankan pertumbuhan ini.
Kebutuhan perumahan akan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia. Pada akhir 2007, kebutuhan perumahan di Indonesia sekitar 9 juta unit dan diperkirakan akan terus meningkat hingga sekitar 11 juta unit pada akhir 2010. Setelah dua kali meraih Adipura, sekarang Batam kembali mengukir prestasi. Sebagai kota metropolitan, Batam juara pertama untuk mencapai kota terbaik untuk pembangunan perumahan dan permukiman untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Indonesia, dalam perlombaan Upaya Adi Pratama 2008.
Pemenuhan kebutuhan perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar. Dengan demikian, total permintaan di sektor properti akan tumbuh. Kebutuhan tidak hanya karena dari keluarga baru, tetapi juga karena pada saat ini, kebutuhan perumahan yang besar. Untuk itu, diperlukan kondisi ekonomi yang kondusif, pembangunan infrastruktur yang lebih cepat, dan Kreativitas dari para pengembang untuk mengambil keuntungan dari situasi ini.
Pemerintah juga diharapkan dapat bergerak lebih cepat untuk memperbaiki lingkungan pajak, sumber daya keuangan, dan status kepemilikan dari sektor properti yang dapat bergerak dengan lebih optimal di masa depan. Peluang untuk Jual rumah untuk orang asing atau ekspatriat cukup terbuka di Batam. Ini umumnya rumah bagian tengah dan Mewah yang telah dikembangkan untuk memenuhi standar yang dikehendaki rumah ekspatriat. Perumahan di Batam mulai bergeser ke pinggiran kota, termasuk jembatan ke kawasan Barelang. Beberapa pengembang bahkan jauh-jauh hari datang untuk mengembangkan daerah.
Saat ini, puluhan telah dikembangkan oleh sejumlah pengembang perumahan di kawasan Barelang. Pemilihan daerah tersebut tidak tanpa alasan. Para pengembang telah melihat peluang untuk masa depan, terutama untuk melihat prospek dari Rempang dan Galang sebagai investasi.
Barelang kawasan juga menarik sejumlah perusahaan atau Shipyard galangan kapal, yang membayar hanya untuk mendapatkan izin untuk mengembangkan bisnis di Barelang. Tentu saja, banyak calon pekerja terserap, baik untuk pariwisata atau Shipyard, sehingga konsumen potensial adalah untuk para pengembang membangun perumahan bagi para pekerja di sektor tersebut.
RUKO ( Rumah Toko)
Ruko (singkatan dari rumah toko) adalah sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya bertingkat antara dua hingga lima lantai, di mana lantai-lantai bawahnya digunakan sebagai tempat berusaha ataupun semacam kantor sementara lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Ruko biasanya berpenampilan yang sederhana dan sering dibangun bersama ruko-ruko lainnya yang mempunyai desain yang sama atau mirip sebagai suatu kompleks. Ruko banyak ditemukan di kota-kota besar di Indonesia dan biasa ditempati warga-warga kelas menengah.
APARTEMEN
Apartemen merupakan sebuah model tempat tinggal yang hanya mengambil sebagian kecil ruang dari suatu bangunan. Suatu gedung apartemen dapat memiliki puluhan bahkan ratusan unit apartemen. Istilah apartemen digunakan secara luas di Amerika Utara, sementara istilah flat digunakan di Britania Raya dan negara-negara persemakmuran.
VILLA
Sebuah vila awalnya adalah sebuah rumah kelas atas, walaupun sejak pertama kali diperkenalkan dan fungsi dari sebuah vila telah berkembang cukup pesat. Setelah jatuhnya republik ini, menjadi sebuah vila kecil, kompon dibentengi pertanian, secara bertahap kembali berkembang melalui Abad Pertengahan ke mewah, kelas atas negara-rumah. Dalam bahasa modern dapat merujuk pada jenis memaksa pinggiran kota kediaman.
Sumber : http://www.bpbatam.go.id/ini/livingInBatam/types_housing.jsp
RENCANA STRATEGIS DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN 2005-2009
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan pasal 28 H Amandemen UUD 1945, bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu, rumah juga merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya peningkatan taraf hidup, serta pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa.
Rumah selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembina keluarga yang mendukung perikehidupan dan penghidupan juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan penyiapan generasi muda. Oleh karena itu, pengembangan perumahan dengan lingkungannya yang layak dan sehat merupakan wadah untuk pengembangan sumber daya bangsa Indonesia di masa depan.
Namun sayangnya hak dasar rakyat tersebut pada saat ini masih belum sepenuhnya terpenuhi. Salah satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan pemenuhan kebutuhan perumahan (backlog) yang relatif masih besar. Hal tersebut terjadi antara lain karena masih kurangnya kemampuan daya beli masyarakat khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam memenuhi kebutuhan akan rumahnya.
Pembangunan perumahan dan permukiman jika dilakukan secara benar akan memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Hal tersebut disebabkan karena pembangunan perumahan dapat mendorong pertumbuhan wilayah dan ekonomi daerah, mendukung pembangunan sosial budaya dan memberikan efek multiplier terhadap sektor lain seperti penciptaan lapangan kerja baik yang langsung maupun yang tidak langsung.
Sementara itu, dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan keserasian lingkungan maka pembangunan perumahan dan permukiman harus dilakukan melalui suatu proses alih fungsi lahan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan tata ruang. Oleh karena itu, pembangunan perumahan dan permukiman harus didukung oleh suatu kebijakan, strategi dan program yang komperhensif dan terpadu sehingga selain mampu memenuhi hak dasar rakyat juga akan menghasilkan suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, serasi, harmonis, aman dan nyaman.
Sebagaimana halnya dengan negara lain yang mengalami proses urbanisasi, pemenuhan kebutuhan rumah di Indonesia masih menjadi masalah besar. Tantangan yang dihadapi semakin besar dan meningkat kompleksitasnya. Walaupun kecenderungan pertumbuhan penduduk nasional mengalami penurunan dari 1,98% pertahun (1980-1990) menjadi 1,4% per tahun (1990-2000), tetapi pertumbuhan penduduk perkotaan masih cukup tinggi, 3,5% per tahun (1990-2000). Dengan tingkat pertumbuhan tersebut, serta untuk memenuhi kebutuhan rumah baru (800.000 unit per tahun), mengurangi backlog (5,8 juta unit rumah), penanganan kawasan kumuh (54.000 ha), dan mengurangi jumlah rumah tidak layak huni (13 juta unit rumah) maka sampai dengan tahun 2020 diperkirakan rata-rata kebutuhan rumah pertahunnya mencapai 1,2 juta unit yang perlu dipenuhi baik melalui pasar perumahan, subsidi pemenuhan maupun oleh swadaya masyarakat.
Harga tanah yang meningkat pesat diperkotaan, sebagai akibat dari akumulasi tingginya urbanisasi dan belum berpihaknya pemanfaatan tanah dan pengaturan tata ruang untuk masyarakat miskin, menyebabkan tumbuh sumburnya permukiman yang tidak teratur, lingkungan permukiman kumuh (slum) dan bertambahnya permukiman ilegal (squatters) serta tuna wisma.
Dilihat dari sisi investasi, sektor perumahan di Indonesia masih sangat tertinggal. Pada tahun 2002, rasio kredit perumahan terhadap PDB hanya 1,4 %; rasio tertinggi dicapai pada tahun 1997, sebesar 3,2 %. Sementara itu, pada tahun yang sama, di Malaysia mencapai 27,7 % dan bahkan di Amerika Serikat mencapai 45 %. Rendahnya investasi sektor perumahan melalui pasar formal ini karena sebagian masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di perkotaan, masih berpenghasilan rendah (2000: 70% atau sekitar 21,9 juta KK), kurang dari Rp. 1,5 juta per bulan. Kelompok ini tidak mampu mengikuti mekanisme pasar tanpa difasilitasi Pemerintah. Pemenuhan kebutuhan melalui industri perumahan ini hanya menjangkau sebagian kecil dari total kebutuhan, sekitar 15%, selebihnya masyarakat memenuhi kebutuhannya secara swadaya.
Tingkat pemenuhan kebutuhan rumah yang rendah di atas pada dasarnya disebabkan oleh 2 (dua) permasalahan pokok.
Pertama, Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau. Permasalahan tersebut disebabkan oleh :
1. Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
2. Terbatasnya lahan murah untuk pembangunan perumahan.
3. Belum mantapnya sistem pembiayaan perumahan.
4. Terbatasnya akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam memenuhi perumahan yang layak.
5. Lemahnya akses masyarakat terhadap sumber daya kunci perumahan.
6. Masih lemahnya komitemen pemerintah daerah dalam pembangunan perumahan.
7. Masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan.
Kedua, Menurunnya kualitas lingkungan permukiman. Permasalahan tersebut disebabkan oleh :
1. Belum memadainya prasarana dan sarana dasar lingkungan perumahan dan permukiman.
2. Menurunnya daya dukung lingkungan perumahan dan permukiman.
3. Belum terintegrasainya pengembangan kawasan perumahan dengan pembangunan prasarana dan sarana kawasan.
4. Lemahnya pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman.
Arah kebijakan dan rencana strategis pembangunan perumahan 2005-2009 disusun berdasarkan pada keadaan dan permasalahan yang ada pada saat ini dengan memperhatikan Visi dan Misi penyelenggaraan perumahan dan permukiman Kementerian Perumahan Rakyat.
Arah Kebijakan Pembangunan Perumahan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni dan meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman.
Berdasarkan kepada arah kebijakan pembangunan perumahan tersebut, maka Rencana Strategis Pembangunan Perumahan 2005-2009 adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi kesenjangan penyediaan rumah dari 5,8 juta unit pada tahun 2004 menjadi 4,8 juta unit pada tahun 2009 dan memenuhi kebutuhan rumah bagi keluarga baru sebesar rata-rata 800 ribu unit per tahun.
2. Mengurangi jumlah rumah tidak layak huni dari 13 juta unit pada tahun 2004 menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2009.
3. Mengurangi luas kawasan kumuh dari 54.000 ha pada tahun 2004 menjadi 27.000 ha pada tahun 2009.
Sumber : http://www.kemenpera.go.id/?op=renstra_kebijakan&act=start&judul=Rencana%20Strategis%20dan%20Kebijakan%20Pembangunan%20Perumahan%202005-2009
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 2010 – 2014
Setiap Keluarga Indonesia Menempati Rumah Yang Layak Huni
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Taufiq serta Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis Kementerian Perumahan Rakyat Tahun 2010-2014. Rencana Strategis ini kami susun sebagai salah satu wujud akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan bidang perumahan rakyat.
Rencana Strategis ini merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 bidang Perumahan dan Permukiman yang diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan pedoman dalam penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman yang bersifat multisektor dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik Pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah, swasta dan masyarakat.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan kontribusi positif dalam penyusunan Rencana Strategis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah, senantiasa memberikan kekuatan bagi kita untuk dapat bersama-sama mewujudkan Visi Kementerian Perumahan Rakyat 2010-2014: “Setiap Keluarga Indonesia Menempati Rumah yang Layak Huni”.
Jakarta, 29 Januari 2010
Menteri Perumahan Rakyat
Suharso Monoarfa
1. PENDAHULUAN
1.1 KONDISI UMUM
Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 40 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.
Sebagai hak dasar yang fundamental dan sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap orang untuk bertahan hidup dan menikmati kehidupan yang bermartabat, damai, aman dan nyaman maka penyediaan perumahan dan permukiman yang memenuhi prinsip-prinsip layak dan terjangkau bagi semua orang telah menjadi komitmen global sebagaimana dituangkan dalam Agenda Habitat (The Habitat Agenda, Istanbul Declaration on Human Settlements) dan Millenium Development Goals (MDGs). Untuk itu, Pemerintah bertanggungjawab untuk membantu masyarakat agar dapat bertempat tinggal serta melindungi dan meningkatkan kualitas permukiman dan lingkungannya.
Sejalan dengan amanat di atas, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 menetapkan bahwa sasaran pokok pembangunan perumahan dan permukiman jangka panjang adalah terpenuhi rumah layak huni dan terjangkau yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang memadai yang didukung oleh sistem pembiayaan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa kumuh.
Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, selama periode tahun 2005–2009 Kementerian Perumahan Rakyat telah melaksanakan berbagai program pembangunan perumahan dan permukiman sesuai arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004–2009 yang dijabarkan dalam Rencana Strategis Kemenpera 2005–2009. Pencapaian program pembangunan perumahan yang dilaksanakan oleh Kementerian Perumahan Rakyat selama tahun 2005–2009 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Meningkatkan Iklim yang Kondusif dalam Pembangunan Perumahan dan Permukiman melalui: (i) Penyiapan Draft Rancangan Perubahan UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun serta penyiapan Revisi PP No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun (KASIBA) dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri (LISIBA BS); (ii) Pengembangan Norma, Standar, Peraturan dan Manual sebanyak 76 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat; (iii) Pengembangan kebijakan percepatan pembangunan rumah susun sederhana melalui Keppres No. 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan (PPRSKP) yang ditindaklanjuti dengan Pembentukan Tim Pelaksana dan Pokja di tingkat Pusat serta Tim Koordinasi Daerah di berbagai Provinsi dan Kabupaten/Kota; (iv) Pengembangan insentif fiskal dan kemudahan dalam pembangunan perumahan antara lain berupa pembebasan PPN dan penetapan PPH Final 1% untuk pembangunan RsH dan Rusuna, pedoman pengadaan tanah dan penetapan nilai jual tanah Negara untuk pembangunan Rusuna, serta pedoman bagi Pemerintah Daerah tentang kemudahan perijinan dan insentif dalam pembangunan rusuna; dan (v) pengembangan pembiayaan sekunder perumahan.
2. Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat, Kelembagaan dan Para Pelaku Pembangunan Perumahan dan Permukiman melalui: (i) Pengembangan kerjasama kelembagaan dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang perumahan dan permukiman melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) serta penyiapan revitalisasi Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N); dan (ii) pemberdayaan pelaku pembangunan perumahan swadaya serta Bimbingan Teknik/Bantuan Teknik, pendampingan dan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan di bidang perumahan, baik kepada Pemda, masyarakat, dan lembaga keuangan bank dan non bank.
3. Meningkatkan Pendayagunaan Sumberdaya Perumahan dan Permukiman melalui: (i) standarisasi dan pengembangan sistem modular untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas bangunan; (ii) pemanfaatan lahan, khususnya tanah Pemerintah/BUMN/BUMD untuk pembangunan Rumah Susun Sederhana; dan (iii) Penerapan teknologi tepat guna dalam rangka mendorong pemanfaatan bahan dan produksi bahan bangunan lokal yang murah serta konstruksi bangunan tahan gempa.
4. Meningkatkan Pemenuhan Kebutuhan Rumah yang Layak Huni serta Meningkatkan Kualitas Lingkungan Perumahan dan Permukiman, melalui: (i) pembangunan rumah baru layak huni yang terdiri dari RSH Bersubsidi, RSH dan RS Non Subsidi, Rumah Khusus, serta Rumah Pasca Bencana sebanyak 1.241.118 unit; (ii) pembangunan Rusunawa sebanyak 37.709 unit; (iii) pembangunan Rusunami dengan peran serta swasta sebanyak 6.716 unit; (iv) pembangunan perumahan swadaya sebanyak 3.659.037 unit; dan (v) penataan kawasan skala besar dan kawasan khusus sebanyak 8.182 Ha.
Dalam rangka identifikasi kebutuhan dan pengembangan kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman, Kementerian Perumahan Rakyat juga memperhatikan aspirasi masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya. Untuk itu, Kementerian Perumahan Rakyat telah menyelenggarakan berbagai kegiatan yang melibatkan partisipasi berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat dan dunia usaha, antara lain berupa Focused Group Discussion (FGD), Workshop, Serial Diskusi serta Kongres Perumahan dan Permukiman II Tahun 2009. Kongres tersebut dihadiri oleh 1.645 peserta dari unsur Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, Bank, LKnB, LKM, Koperasi, BUMN, BUMD, LSM, Perguruan Tinggi, Pengembang, Asosiasi/Organisasi di bidang pembangunan perumahan dan permukiman serta pemangku kepentingan lainnya. Hasil kongres telah dituangkan dalam Deklarasi dan Agenda Menyongsong Era Baru Pembangunan Perumahan dan Permukiman Indonesia yang ditandatangani oleh 44 orang perwakilan Pemerintah Provinsi, pemangku kepentingan dan Kementerian Perumahan Rakyat. Hal-hal penting yang dihasilkan dalam Kongres tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan sebagian APBN dan APBD untuk memberikan bantuan, stimulan bidang perumahan bagi masyarakat yang lemah dan tidak mampu;
2. Mengupayakan kartu keluarga miskin berlaku untuk memberikan kemudahan keluarga miskin mendapatkan IMB, atau hal yang terkait dengan administrasi pembangunan rumahnya;
3. Mengupayakan peningkatan penyelenggaraan urusan perumahan dan permukiman ditingkat daerah;
4. Mendorong pengembangan sarana dan prasarana permukiman untuk memfasilitasi interaksi sosial bagi terwujudnya komunitas yang sehat;
5. Mengembangkan dan memobilisasi sumber-sumber pembiayaan bagi pengembangan perumahan dan permukiman;
6. Mengalokasikan minimum 1% APBN/APBD yang dapat menjadi pengungkit perwujudan hunian yang layak;
7. Mengupayakan pemupukan dana dari berbagai sumber penyediaan anggaran bagi percepatan pembangunan perumahan (baik dari APBN/D, bantuan luar negeri, dan pihak swasta);
8. Pelembagaan Dana Alokasi Khusus Perumahan;
9. Peningkatan subsidi dan insentif dalam pembangunan perumahan bagi MBR yang tepat sasaran;
10. Pemberian prasarana, sarana dan utilitas (PSU) pada kawasan yang membangun rumah MBR;
11. Pengoptimalan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dalam pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR;
12. Meningkatkan peran pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR;
13. Pengembangan prinsip kemitraan dan meningkatkan peran Corporate Social Responsibility (CSR) dalam pengembangan perumahan dan permukiman bagi masyarakat;
14. Mengembangkan perusahaan-perusahaan publik dan badan-badan di daerah, termasuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk pembangunan perumahan dan permukiman.
1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN
Selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, rumah mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sehingga perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan permukiman tidak hanya dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri. Disamping itu, pembangunan perumahan juga akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan karena memiliki multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi dan wilayah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah, serta penciptaan lapangan kerja.
Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman baik di perkotaan maupun pedesaan untuk mendorong dan memperkukuh demokrasi ekonomi serta memberikan kesempatan yang sama dan saling menunjang antara badan usaha negara, koperasi, dan swasta berdasarkan asas kekeluargaan. Pembangunan di bidang perumahan dan permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berperan serta. Disamping itu, upaya peningkatan pembangunan perumahan dan permukiman juga perlu didukung dengan ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaannya.
Sejalan dengan peran serta masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan permukiman, Pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melakukan pembinaan dalam wujud pengaturan dan pembimbingan, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan dan kemudahan, penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait antara lain tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia serta peraturan perundang-undangan.
Namun demikian, pembangunan perumahan dan permukiman masih dihadapkan pada tiga permasalahan pokok yaitu keterbatasan penyediaan rumah, meningkatnya jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai, serta permukiman kumuh yang semakin meluas. Berikut, uraian permasalahan pokok yang dihadapi dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
1. Keterbatasan penyediaan rumah. Pesatnya pertumbuhan penduduk dan rumah tangga menyebabkan kebutuhan akan perumahan baru semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu, dari sisi penyediaan, jumlah rumah yang terbangun belum mampu memenuhi pertumbuhan itu sendiri. Sepanjang periode 2005–2009, pertambahan rumah tangga baru mencapai 3,6 juta. Hal ini tidak mampu diikuti dengan pembangunan rumah baru yang mencapai 2,5 juta unit. Kondisi tersebut masih ditambah dengan adanya 555.000 unit rumah dengan kondisi rusak berat yang tidak dapat dihuni, sehingga kekurangan rumah (backlog) diperkirakan meningkat dari 5,8 juta unit pada tahun 2004 menjadi 7,4 juta pada akhir tahun 2009. Peningkatan jumlah backlog tersebut masih lebih rendah dibandingkan prediksi pada RPJMN tahap pertama yang memperkirakan pertumbuhan backlog akan mencapai 11,6 juta pada akhir 2009 apabila tidak dilakukan penanganan.
2. Peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai. Pada tahun 2009, 4,8 juta unit rumah diperkirakan dalam kondisi rusak yakni rumah dengan dua dari tiga struktur dasarnya (dinding, lantai, dan atap) memerlukan perbaikan. Selain itu, menurut Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2008, sebanyak 13,8% rumah tangga masih menghuni rumah dengan lantai tanah, 12,4 % dengan dinding belum permanen, dan 1,2 % tinggal di rumah yang beratapkan daun. Selain masalah kondisi rumah, kualitas suatu rumah juga diukur dengan tingkat aksesibilitas terhadap
prasarana, sarana, dan utilitas (PSU), seperti ketersediaan air bersih, listrik dan jamban. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa sebanyak 21,1% rumah tangga di Indonesia belum dapat mengakses air bersih, sebanyak 8,54% rumah tangga masih belum mendapatkan sambungan listrik dan sebanyak 22,85% rumah tangga tidak memiliki akses terhadap jamban. Tingginya jumlah masyarakat yang tinggal di rumah yang belum memenuhi standar layak huni menjadi indikasi mengenai kondisi perekonomian masyarakat yang masih lemah, sehingga tidak mampu secara swadaya melakukan perbaikan ataupun peningkatan kualitas atas kondisi rumah tempat tinggalnya. Oleh karena itu, diperlukan intervensi dari pemerintah dalam upaya peningkatan kondisi perumahan dengan mengintegrasikan aspek fisik bangunan, lingkungan dan fasilitas pendukungnya.
3. Permukiman kumuh yang semakin meluas. Tekanan kebutuhan pembangunan perumahan telah bergeser ke wilayah perkotaan sebagai dampak dari urbanisasi. Jumlah penduduk perkotaan sudah mencapai lebih dari 50% dari total penduduk nasional dengan konsentrasi pertumbuhan di kota-kota besar dan metropolitan. Luas lahan perkotaan yang terbatas tidak mampu menampung desakan pertumbuhan penduduk dan pada akhirnya kerap memunculkan permukiman yang tidak teratur, kumuh, dan tidak layak huni. Penanganan permukiman kumuh yang belum holistik menyebabkan kondisi kekumuhan tidak dapat diatasi bahkan cenderung mengalami peningkatan luas. Hasil penelitian United Nation Development Programme (UNDP) mengindikasikan terjadinya perluasan permukiman kumuh mencapai 1,37% setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2009 luas permukiman kumuh diperkirakan menjadi 57.800 Ha dari kondisi sebelumnya yakni 54.000 Ha pada akhir tahun 2004.
Permasalahan pokok di atas disebabkan oleh berbagai faktor sebagai berikut:
Regulasi dan kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung terciptanya iklim yang kondusif dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Sampai saat ini masih banyak regulasi dan kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman yang perlu direvisi dan dilengkapi agar selaras dengan perkembangan lingkungan strategis dan kebijakan pembangunan nasional, antara lain UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, PP No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri (KASIBA/LISIBA BS), PP No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Bagi Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, PP No. 31 Tahun 2007 tentang tentang Perubahan Keempat Atas PP No. 12 Tahun 2001 tentang Impor
Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan PP No. 15 Tahun 2004 tentang Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas).
Khususnya yang terkait dengan kebijakan otonomi daerah, masih banyak NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria) yang perlu dilengkapi dalam rangka penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perumahan Rakyat sesuai Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 22 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Di samping itu, regulasi dan kebijakan yang diterbitkan oleh instansi yang berbeda masih belum terintegrasi dengan baik untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman secara terpadu.
Keterbatasan akses masyarakat berpenghasilan menengah-bawah terhadap lahan. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di perkotaan, keterbatasan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman serta meningkatnya harga lahan telah mempersulit akses masyarakat untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau di perkotaan. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, cenderung menempati hunian di pinggiran kota yang jauh dari lokasi pekerjaan serta menimbulkan permukiman liar di daerah perkotaan.
Lemahnya kepastian bermukim (secure tenure). Pada akhir tahun 2007 masih terdapat 22,06% rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri namun belum didukung oleh bukti hukum berupa sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), girik, maupun akta jual beli. Tingginya biaya proses pengurusan di lapangan serta keterbatasan informasi terhadap prosedur sertifikasi dan rencana tata ruang mengakibatkan sebagian masyarakat menempati rumah tanpa memiliki bukti legalitas pemanfaatan lahan dan bangunan. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan ketidaksesuaian terhadap rencana tata ruang sehingga rawan mengalami penggusuran.
Belum tersedia dana murah jangka panjang untuk meningkatkan akses dan daya beli masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. Menurut data BPS tahun 2007, sebanyak 98% rumah tangga di Indonesia merupakan kelompok masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, dimana sebanyak 91% merupakan masyarakat berpenghasilan rendah, yang memiliki keterbatasan daya beli. Selain itu, sebagian besar masyarakat bekerja di sektor informal dan tidak mempunyai penghasilan tetap sehingga kesulitan untuk mengakses kredit perumahan yang disediakan oleh perbankan. Di sisi lain, sumber pendanaannya pun sangat terbatas karena hanya mengandalkan dana yang bersumber dari bank dan pemerintah. Padahal masih banyak alternatif sumber pembiayaan yang dapat dikembangkan, antara lain melalui tabungan perumahan nasional, kerjasama pemerintah-swasta dan sumber-sumber dana jangka panjang seperti jamsostek, taspen, dana pensiun dan tabungan perumahan lainnya yang sejenis.
Namun, sampai saat ini sumber-sumber dana jangka panjang tersebut belum dapat dimobilisasi untuk pembiayaan perumahan bagi masyarakat menengah-bawah sebagai dana murah jangka panjang. Hal ini masih terkendala oleh regulasi yang mengatur pemanfaatan sumber-sumber dana tersebut.
Belum efisien pasar primer dan belum berkembang pasar sekunder perumahan. Pembiayaan perumahan yang berkelanjutan harus didukung oleh pasar primer dan sekunder yang sehat. Namun, saat ini kinerja pasar primer masih belum efisien karena masih ada komponen biaya tinggi dalam pembangunan perumahan khususnya dalam perijinan. Hal ini menimbulkan ketidakefisienan pasar perumahan karena biaya tersebut akan diteruskan kepada konsumen sehingga semakin menjauhkan keterjangkauan masyarakat terhadap harga yang ditawarkan. Selain itu, prosedur dan jenis perijinan yang belum terstandarisasi semakin menambah ketidakpastian bagi para pelaku pembangunan perumahan dan permukiman. Di samping itu, kendala lainnya adalah sumber pendanaan untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih bertumpu pada dana pihak ketiga yang bersifat jangka pendek sehingga terjadi ketidaksesuaian antara sumber pendanaan dengan pemanfaatan yang bersifat jangka panjang. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah telah melembagakan pembiayaan sekunder perumahan melalui pendirian PT. Sarana Multigriya Finansial (PT. SMF). Namun operasionalisasi PT. SMF masih terkendala oleh regulasi sehingga belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mengamanatkan bahwa pembangunan perumahan merupakan urusan wajib pemerintah daerah. Namun hal ini belum disertai dengan peningkatan kapasitas kelembagaan di daerah baik dari sisi kualitas sumber daya manusia maupun perangkat organisasi untuk memenuhi standar pelayanan minimal di bidang - perumahan. Selain itu, koordinasi antar lembaga, baik di tingkat Pusat maupun Daerah belum berjalan dengan baik. Pemerintah telah berupaya membentuk Badan Koordinasi Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N), namun pada pelaksanaannya belum berfungsi secara efektif.
Belum optimal pemanfaatan sumber daya perumahan dan permukiman. Pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat dan swasta. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh masyarakat secara swadaya belum disertai dengan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam membangun/ memperbaiki rumah. Sedangkan partisipasi swasta dalam pembangunan perumahan masih harus ditingkatkan antara lain melalui Corporate Social Responsibilities (CSR). Selain itu, sumber daya lokal, arsitektur dan teknologi serta hasil penelitian di bidang perumahan dan permukiman belum dimanfaatkan secara optimal.
2. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS
2.1 VISI
Dengan memperhatikan amanat peraturan perundangan, hasil pencapaian pembangunan perumahan pada periode sebelumnya, potensi dan permasalahan yang dihadapi serta aspirasi berbagai pemangku kepentingan, maka ditetapkan Visi Kementerian Perumahan Rakyat Tahun 2010–2014 sebagai berikut:
Setiap Keluarga Indonesia Menempati Rumah Yang Layak Huni
Pencapaian visi tersebut memerlukan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan di bidang perumahan dan permukiman mengingat intensitas dan kompleksitas permasalahan yang harus ditangani. Kementerian Perumahan Rakyat sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam pencapaian visi tersebut memiliki kewenangan sebagai regulator, fasilitator maupun pelaksana pembangunan perumahan sehingga terpenuhi kebutuhan rumah yang layak huni bagi setiap keluarga Indonesia.
2.2 MISI
Untuk mewujudkan Visi tersebut, maka dirumuskan Misi Kementerian Perumahan Rakyat Tahun 2010–2014 sebagai berikut:
1. Meningkatkan iklim yang kondusif dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman.
2. Meningkatkan ketersediaan rumah layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan aman serta didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas yang memadai.
3. Mengembangkan sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang efisien, akuntabel dan berkelanjutan.
4. Meningkatkan pendayagunaan sumberdaya perumahan dan permukiman secara optimal.
5. Meningkatkan peran pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
2.3. TUJUAN
1. Meningkatkan pengembangan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan untuk mendorong terciptanya iklim yang kondusif dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
2. Meningkatkan akses masyarakat berpenghasilan menengah-bawah terhadap lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman.
3. Meningkatkan pembangunan perumahan berbasis kawasan yang serasi dengan tata ruang, daya dukung lingkungan dan penyediaan infrastruktur.
4. Pemenuhan kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau serta didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas yang memadai.
5. Mengurangi luas lingkungan permukiman kumuh.
6. Meningkatkan akses MBM termasuk MBR terhadap pembiayaan perumahan.
7. Meningkatkan pendayagunaan sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan perumahan dan permukiman.
8. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya pembangunan perumahan dan permukiman.
9. Mendorong peran dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pembangunan perumahan dan permukiman
10. Menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian Perumahan Rakyat dalam rangka memberikan pelayanan di bidang perumahan dan permukiman.
2.4 SASARAN STRATEGIS
1. Meningkatnya pengembangan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman, khususnya: (i) Revisi UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, (ii) Revisi UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, (iii) Revisi PP No. 80 Tahun 1999 tentang KASIBA/LISIBA BS, (iv) Revisi PP No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian bagi Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, (v) Revisi PP No. 31 Tahun 2007 tentang tentang Perubahan Keempat Atas PP No. 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN, (vi) Revisi PP No. 15 Tahun 2004 tentang Perum Perumnas, (vii) Penyiapan masukan formulasi kebijakan Hak Tanggungan dalam rangka sekuritisasi KPR terkait dengan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, (viii) Revisi Keppres No. 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan, (ix) Revisi Keppres No. 63 Tahun 2000 tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N), (x) Revisi Keppres No. 14 Tahun 1993 jo. Keppres No. 46 Tahun 1994 tentang Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum PNS), serta (xi) Pengembangan NSPK dalam rangka penerapan SPM bidang Perumahan Rakyat.
2. Terlaksana penataan dan pengelolaan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman.
3. Terlaksana fasilitasi PSU Kawasan perumahan dan permukiman sebanyak 700.000 unit.
4. Terlaksana penataan lingkungan permukiman kumuh seluas 655 Ha dengan jumlah penduduk terfasilitasi sebanyak 130.000 jiwa.
5. Terlaksana pembangunan rumah susun sederhana berupa Rusunawa sebanyak 36.480 unit.
6. Terlaksana pembangunan Rumah Khusus sebanyak 5.000 unit termasuk rumah sederhana sewa dan rumah pasca bencana.
7. Terlaksana fasilitasi Pembangunan Rumah Swadaya berupa pembangunan baru sebanyak 50.000 unit.
8. Terlaksana fasilitasi Pembangunan Rumah Swadaya berupa peningkatan kualitas sebanyak 50.000 unit.
9. Terlaksana fasilitasi penyediaan PSU Perumahan Swadaya berupa bantuan stimulan PSU Swadaya sebanyak 50.000 unit.
10. Terlaksana fasilitasi pra-sertifikasi dan pendampingan pasca-sertifikasi lahan dan bangunan rumah bagi MBR sebanyak 30.000 unit.
11. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya pembangunan perumahan dan permukiman serta pengembangan dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan pengembangan teknologi maupun sumber daya dan kearifan lokal.
12. Terlaksana penyaluran bantuan subsidi perumahan sebanyak 1.350.000 unit.
13. Meningkatnya mobilisasi dan pemanfaatan sumber pembiayaan untuk mendukung pembangunan perumahan dan permukiman.
14. Terselenggara fungsi pelayanan bidang perumahan dan permukiman di tingkat pusat dan daerah (33 Provinsi).
15. Terlaksana DAK Perumahan dan Permukiman berupa fasilitasi PSU kawasan perumahan dan permukiman sebanyak 320.000 unit.
16. Terlaksana kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) bidang perumahan dan permukiman.
17. Terselenggara tugas dan fungsi Kementerian Perumahan Rakyat secara efektif dan efisien.
3. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL
Sejalan dengan Rencana Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, maka pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada:
a) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien;
b) penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri mampu membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan
c) pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Sebagai penjabaran dari RPJPN tersebut, maka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010–2014 menugaskan Kementerian Perumahan Rakyat untuk melaksanakan program dan kegiatan yang termasuk dalam prioritas Bidang Sarana dan Prasarana, sub bidang Perumahan dan Permukiman. Prioritas Nasional untuk sektor perumahan rakyat adalah Pembangunan 685.000 Rumah Sederhana Sehat Bersubsidi, 180 Tower Rusunami dan 650 twin block Rusunawa berikut fasilitas pendukung kawasan permukiman yang dapat menampung 836.000 keluarga yang kurang mampu pada 2012.
Sasaran umum yang akan dicapai dalam pembangunan perumahan dan permukiman adalah meningkatnya akses bagi rumah tangga terhadap rumah dan lingkungan permukiman yang layak, aman, terjangkau, dan didukung oleh prasarana dan sarana dasar serta utilitas yang memadai, serta memiliki jaminan kepastian hukum dalam bermukim (secure tenure) untuk mendukung pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs). Sasaran lain yang ingin dicapai adalah meningkatnya kualitas perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di tingkat pusat dan daerah. Sedangkan, sasaran khusus untuk sektor perumahan adalah tersedianya akses bagi masyarakat terhadap perumahan baik perumahan baru maupun peningkatan kualitas perumahan dan lingkungan permukiman serta kepastian hukum bagi 5,6 juta rumah tangga.
Untuk mewujudkan prioritas dan sasaran bidang perumahan dan permukiman, maka arah kebijakan pembangunan perumahan tahun 2010–2014 yang terkait dengam Kementerian Perumahan Rakyat adalah meningkatkan aksesibilitas masyarakat berpenghasilan rendah terhadap hunian yang layak dan terjangkau, dengan:
1) Meningkatkan penyediaan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui (a) pembangunan 650 twin block rusunawa; (b) pembangunan 685.000 unit Rumah Sederhana Sehat Bersubsidi; (c) fasilitasi pembangunan 180 tower rusunami melalui peran swasta; (d) penyediaan prasarana, sarana dan utilitas pengembangan kawasan perumahan antara lain untuk mendukung pengembangan kota baru (New Town Development); (e) fasilitasi pembangunan baru/peningkatan kualitas perumahan swadaya serta penyediaan prasarana, sarana dan utilitas perumahan swadaya; (f) pembangunan rumah khusus termasuk rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan pasca bencana; (g) fasilitasi penyediaan lahan; (h) pemanfaatan dan pengembangan sumber daya lokal, teknologi dan penelitian di bidang perumahan dan permukiman.
2) Meningkatkan aksesibilitas masyarakat berpenghasilan menengah-bawah terhadap hunian yang layak dan terjangkau melalui: (a) penyediaan subsidi perumahan; (b) pengembangan fasilitasi likuiditas; (c) peningkatan mobilisasi sumber-sumber dana jangka panjang; dan (d) pengembangan tabungan perumahan nasional.
3) Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui penyediaan prasarana, sarana dasar, dan utilitas umum yang memadai dan terpadu dengan pengembangan kawasan perumahan dalam rangka mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
4) Meningkatkan jaminan kepastian hukum dalam bermukim (secure tenure) melalui fasilitasi pra-sertifikasi dan pendampingan pasca-sertifikasi tanah bagi masyarakat berpenghasilan rendah; serta standardisasi perijinan dalam membangun rumah.
5) Meningkatkan kualitas perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman melalui (a) pengembangan regulasi dan kebijakan; (b) pemberdayaan dan kemitraan pelaku pembangunan perumahan dan permukiman; (c) peningkatan kapasitas dan koordinasi berbagai pemangku kepentingan pembangunan perumahan dan
permukiman; (d) pengembangan pengelolaan aset (property management); (e) serta fasilitasi penyusunan rencana induk pengembangan permukiman daerah.
6) Memantapkan pasar primer dan pembiayaan sekunder perumahan yang didukung oleh sumber pembiayaan jangka panjang yang berkelanjutan melalui pengembangan informasi dan standardisasi KPR; serta pengembangan peraturan perundangan pendukungnya.
Strategi pendanaan pembangunan untuk mendukung pencapaian sasaran bidang sarana dan prasarana, selain mengandalkan sumber pendanaan dari APBN juga mendorong sharing pembiayaan dari sumber-sumber lainnya yaitu dari:
1) Pemerintah Daerah yang bersumber dari APBD;
2) Swasta, baik melalui pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan mekanisme Kerjasama Pemerintah Swasta (Public-Private Partnership)
3) Luar negeri melalui Pinjaman dan Hibah Luar Negeri/PHLN).
3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
Dalam rangka melaksanakan penugasan dari RPJM Nasional, maka untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian Perumahan Rakyat maka disusun arah kebijakan dan strategi Kementerian Perumahan Rakyat sebagai berikut:
1. Pengembangan regulasi dan kebijakan untuk menciptakan iklim yang kondusif, serta koordinasi pelaksanaan kebijakan di tingkat Pusat dan Daerah dalam rangka pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perumahan dan Permukiman.
2. Peningkatan pemenuhan kebutuhan Rumah Layak Huni (RLH) yang didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) serta kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, melalui:
a. Pembangunan rumah layak huni (RLH) melalui pasar formal maupun secara swadaya masyarakat baik untuk pembangunan baru maupun peningkatan kualitas;
b. Pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) baik sewa maupun milik;
c. Penyediaan PSU perumahan dan permukiman yang memadai untuk pengembangan kawasan dan PSU perumahan swadaya;
d. Penanganan lingkungan perumahan dan permukiman kumuh;
e. Pembangunan rumah khusus, termasuk rumah sederhana sewa dan pasca bencana;
f. Pengembangan kawasan khusus, termasuk kawasan perbatasan, daerah tertinggal dan pasca bencana;
g. Fasilitasi pra sertifikasi dan pendampingan pasca sertifikasi tanah bagi MBR.
3. Pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman bagi MBM melalui:
a. Pengembangan pembiayaan perumahan melalui fasilitas likuiditas;
b. Pengembangan Tabungan Perumahan Nasional;
c. Peningkatan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan perumahan dan permukiman.
4. Peningkatan pendayagunaan sumberdaya pembangunan perumahan dan permukiman serta pengembangan dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan pengembangan teknologi maupun sumber daya dan kearifan lokal.
5. Peningkatan sinergi pusat-daerah dan pemberdayaan pemangku kepentingan lainnya dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Strategi Kementerian Perumahan Rakyat untuk memastikan tercapaianya sasaran-sasaran pembangunan perumahan dan permukiman tahun 2010–2014 adalah sebagai berikut:
a. Mengefektifkan kewenangan perumusan kebijakan dan regulasi untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi percepatan pembangunan perumahan dan permukiman melalui pengembangan dan penyediaan produk-produk pengaturan yang memadai;
b. Memantapkan koordinasi antar pemangku kepentingan dan kelembagaan di bidang perumahan dan permukiman untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman yang lebih terintegrasi;
c. Mengefektifkan kewenangan operasionalisasi kebijakan untuk mendukung penyediaan perumahan dan permukiman khususnya sebagai proyek-proyek percontohan dan best practice di berbagai lokasi terpilih yang dapat direplikasi dan dikembangkan secara lebih luas;
d. Mengoptimalkan peran dan kapasitas para pemangku kepentingan, khususnya peran pemerintah daerah dalam pembangunan perumahan dan permukiman melalui bimbingan/bantuan teknis, pendampingan dan penyebarluasan informasi dan kebijakan nasional pembangunan perumahan dan permukiman;
e. Memanfaatkan dan mendayagunakan sumberdaya perumahan dan permukiman, hasil penelitian dan pengembangan teknologi, serta kearifan lokal untuk mendukung pembangunan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan;
f. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber pembiayaan perumahan dan permukiman yang akuntabel dan berkelanjutan;
g. Memanfaatkan peluang kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pihak untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas perumahan dan permukiman.
Pendanaan dalam rangka mencapai sasaran-sasaran strategis pembangunan perumahan dan permukiman tidak hanya mengandalkan anggaran Kementerian Perumahan Rakyat yang bersumber dari APBN, tetapi juga membutuhkan dukungan sharing pembiayaan dari para pemangku kepentingan lainnya, antara lain:
1. Pemerintah Daerah yang bersumber dari APBD, antara lain untuk:
a. Melaksanakan SPM bidang Perumahan;
b. Sharing dalam penyediaan PSU;
c. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan swadaya;
d. Dana pendamping untuk pelaksanaan Hibah Daerah.
2. Masyarakat yang melaksanakan pembangunan perumahan dan permukiman secara swadaya.
3. Bank dan LKNB yang berpartisipasi dalam penyaluran subsidi perumahan, yaitu untuk penyediaan pokok pinjaman.
4. Pengembang yang berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan RSH dan Rusunami.
5. Perusahaan swasta lainnya, yaitu melalui pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan mekanisme Kerjasama Pemerintah Swasta (Public-Private Partnership) antara lain untuk:
a. Fasilitasi dan stimulasi (bantuan sosial) pembangunan perumahan swadaya;
b. Penyediaan perumahan bagi pekerja.
6. Luar negeri melalui Pinjaman dan Hibah Luar Negeri/PHLN untuk membiayai proyek-proyek pembangunan perumahan dan permukiman yang strategis.
Sehubungan dengan implementasi Otonomi Daerah dan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka mekanisme pendanaan dalam rangka mendorong sinergi Pusat dan Daerah dalam melaksanakan pembangunan perumahan dan permukiman akan ditingkatkan, yaitu melalui Dana Alokasi Khusus, Dana Dekonsentrasi dan Hibah Daerah.
Di samping itu, pemerintah juga memberikan subsidi yang merupakan kewajiban pemerintah (PSO) kepada penyedia jasa di bidang perumahan untuk mencapai standar pelayanan minimum tertentu yang akan dicapai. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesinambungan pelayanan perumahan dan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program dan Kegiatan
Untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pembangunan perumahan di atas, Kementerian Perumahan Rakyat menyusun program-program sebagai berikut:
1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lain Kementerian Perumahan Rakyat
2. Program Pengembangan Perumahan dan Permukiman
3. Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan dan Permukiman
Sumber :
http://www.kemenpera.go.id/?op=renstra_kebijakan&act=start&judul=Rencana%20Strategis%20Kementerian%20Perumahan%20Rakyat%20Tahun%202010-2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar